The New Mutants: Ambisi X-Men yang Terjebak dalam Genre Horor Remaja

Dilansir dari lk21rebahin.id – Di tengah keriuhan franchise superhero yang didominasi Marvel Cinematic Universe (MCU) dan DC Extended Universe (DCEU), Fox pernah mencoba meramu sesuatu yang berbeda: film superhero dengan sentuhan horor. “The New Mutants“, yang akhirnya rilis pada tahun 2020 setelah berbagai penundaan, adalah eksperimen berani yang berusaha membawa universe X-Men ke arah yang lebih gelap dan introspektif. Namun, apakah ambisi ini berhasil terealisasi atau justru terjebak di antara dua genre? Mari kita bedah.
Disutradarai oleh Josh Boone, “The New Mutants” menampilkan para mutan muda yang belum terbiasa dengan kekuatan mereka. Ide untuk menggabungkan elemen superhero dengan horor psikologis remaja memang menarik, terutama mengingat potensi cerita para mutan yang seringkali diliputi rasa takut, pengasingan, dan trauma.
Film ini dibintangi oleh deretan aktor muda berbakat seperti Maisie Williams (Rahne Sinclair/Wolfsbane), Anya Taylor-Joy (Illyana Rasputin/Magik), Charlie Heaton (Sam Guthrie/Cannonball), Blu Hunt (Danielle Moonstar/Mirage), dan Henry Zaga (Roberto da Costa/Sunspot).
Ketika Kekuatan Jadi Kutukan: Kisah Kelima Remaja di Sebuah Fasilitas Misterius
Cerita dimulai dengan Danielle “Dani” Moonstar (Blu Hunt), seorang gadis muda suku Cheyenne yang terbangun di sebuah fasilitas terisolasi setelah desanya hancur secara misterius. Di sana, ia bertemu empat remaja lain: Rahne, Illyana, Sam, dan Roberto. Mereka semua adalah mutan dengan kekuatan yang belum sepenuhnya terkontrol, dan mereka ditempatkan di bawah pengawasan ketat Dr. Reyes (Alice Braga), yang meyakinkan mereka bahwa fasilitas ini adalah rumah sakit untuk membantu mereka mengendalikan kemampuan sebelum bisa bergabung dengan X-Men.
Namun, seiring berjalannya waktu, Dani dan teman-temannya mulai menyadari ada yang tidak beres. Fasilitas itu lebih mirip penjara, dan Dr. Reyes sepertinya menyembunyikan agenda tersembunyi. Setiap mutan harus menghadapi “iblis” mereka sendiri—manifestasi ketakutan dan trauma masa lalu mereka—yang secara harfiah muncul dan menghantui mereka di dalam fasilitas. Premis ini secara cerdas menggabungkan asal-usul kekuatan mutan yang sering kali muncul dari pengalaman traumatis dengan elemen horor yang memanfaatkan ketakutan personal.
Horor Psikologis vs. Aksi Superhero: Pertarungan Identitas Genre
Salah satu aspek yang paling menarik sekaligus menjadi dilema bagi The New Mutants adalah identitas genrenya. Film ini jelas mencoba condong ke arah horor psikologis remaja, dengan elemen seperti lokasi terisolasi, penampakan yang menakutkan, dan ketegangan yang dibangun dari rasa tidak percaya antar karakter. Ini adalah pendekatan yang segar untuk franchise X-Men, menjauhi klise pertarungan besar yang menghancurkan kota.
Namun, transisi ini tidak selalu mulus. Meskipun memiliki potensi besar untuk menjadi horor yang menyeramkan dengan memanfaatkan kekuatan mutan sebagai metafora ketakutan internal, film ini terkadang terasa ragu-ragu. Beberapa jumpscare yang terasa klise dan visual makhluk menyeramkan yang kurang inovatif membuat elemen horornya terasa kurang menggigit. Di sisi lain, ketika elemen superhero mulai muncul di klimaks, transisi ke aksi terasa sedikit dipaksakan, meninggalkan penonton bertanya-tanya genre mana yang sebenarnya ingin ditonjolkan.
Performa para aktor muda cukup solid. Anya Taylor-Joy sebagai Illyana mencuri perhatian dengan karakternya yang dingin, sinis, namun memiliki backstory yang tragis. Maisie Williams juga berhasil membawakan karakter Rahne dengan kerentanan dan konflik batinnya. Chemistry antar mereka juga cukup terbangun, terutama dinamika persahabatan (dan romansa) antara Rahne dan Dani.
Kisah yang Terbebani Produksi: Antara Harapan dan Realita
Kisah produksi “The New Mutants” sendiri adalah drama yang tak kalah seru. Dengan berbagai penundaan, reshoot yang dikabarkan, dan akhirnya akuisisi Fox oleh Disney, film ini seolah terjebak di limbo. Penundaan ini mungkin berkontribusi pada pacing dan kohesivitas cerita yang terasa sedikit terputus-putus. Harapan untuk melihat versi yang lebih berani dan menyeramkan seperti yang dijanjikan di trailer awal mungkin sedikit tereduksi oleh intervensi studio.
Meskipun begitu, film ini tetap menyajikan beberapa momen yang efektif dan ide yang menarik. Penggambaran tentang beban menjadi mutan, ketakutan akan kekuatan sendiri, dan perjuangan untuk menemukan identitas di tengah pengasingan, cukup berhasil disampaikan. Ini adalah film yang, terlepas dari kekurangannya, berani mencoba sesuatu yang berbeda.
Kesimpulan: Eksperimen yang Layak Tonton, Meski Tak Sempurna
“The New Mutants” adalah sebuah eksperimen yang patut diacungi jempol karena keberaniannya keluar dari pakem superhero tradisional. Meskipun tidak sepenuhnya berhasil memadukan horor dan superhero secara sempurna, film ini menawarkan vibe yang berbeda dan beberapa momen menarik, terutama bagi penggemar X-Men yang ingin melihat sisi lain dari dunia mutan.
Bagi Anda yang mencari film superhero yang tidak biasa, dengan sentuhan horor remaja dan fokus pada pengembangan karakter di lingkungan yang terisolasi, “The New Mutants” layak Anda tonton. Ini adalah pengingat bahwa terkadang, teror terbesar bukanlah musuh dari luar, melainkan ketakutan dan kekuatan yang belum terkuasai di dalam diri kita sendiri.